Info Terbaru 2022

Tari Ronggeng Buyung Dari Indramayu Jawa Barat

Tari Ronggeng Buyung Dari Indramayu Jawa Barat
Tari Ronggeng Buyung Dari Indramayu Jawa Barat
Tari Ronggeng Buyung dari Indramayu Jawa Barat | TradisiKita - Kita sanggup menemui beberapa seni tari di Jawa Barat yang unik dan mempunyai ciri khas setiap daerahnya. Pada kesempatan yang kemudian kita sudah mengenal tari ronggeng gunung. Kali ini kita akan mengenal tarian dari Indramayu, Jawa Barat. Tarian tersebut dikenal dengan nama Tari Ronggeng Buyung.

Indramayu sendiri merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang daerahnya dilalui oleh Jalur Pantura. Walaupun Indramayu berada di Jawa Barat yang notabene yakni tanah Pasundan yang berbudaya dan berbahasa Sunda, namun sebagian besar penduduk Indramayu mempergunakan Bahasa Jawa Cirebon dialek Indramayu, masyarakat setempat menyebutnya dengan Basa Dermayon, yakni dialek Bahasa Jawa Cirebon yang hampir serupa dengan Bahasa Jawa Cirebon yang dipergunakan di wilayah sentra Keraton Cirebon di Kota Cirebon, dalam Bahasa Jawa Cirebon dialek Indramayu tata bahasanya terbagi menjadi dua yakni Basa Besiken (dipergunakan untuk berbicara dalam tatanan resmi dan menghormati lawan bicara) dan Basa Ngoko (dipergunakan sehari-hari dalam pergaulan). Di serpihan selatan dan barat daya kabupaten ini, beberapa wilayah memakai bahasa Sunda, mengingat sejarah kabupaten Indramayu yang dulu pernah masuk kedalam wilayah Kerajaan Galuh dan Sumedang Larang di Wilayah Selatan, sehingga menghipnotis masyarakatnya berbahasa Sunda Khas Indramayu yang disebut Sunda Parean.

Kembali ke topik tradisi kita yaitu Tari Ronggeng Buyung. Pada kesempatan ini kita akan mengenal bagaimana dan menyerupai apakah tari ronggeng buyung ini? mari kita cari tahu bersama dalam artikel dibawah ini.

Tari Ronggeng Buyung


Ronggeng buyung sesungguhnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni sebuah bentuk kesenian tradisional dengan tampilan seorang atau ludang keringh penari. Biasanya dikompliti dengan gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring. Penari utamanya yakni seorang wanita yang dikompliti dengan sebuah selendang. Fungsi selendang, selain untuk kekomplitan dalam menari, juga sanggup dipakai untuk "menggaet" lawan (biasanya laki-laki) untuk menari bersama dengan cara mengalungkan ke lehernya.

Tari Ronggeng Buyung dari Indramayu Jawa Barat Tari Ronggeng Buyung dari Indramayu Jawa Barat

Asal Usul Tari Ronggeng Buyung

Kesenian ini dinamakan ronggeng buyung konon lantaran salah satu waditra yang dipakai untuk mengiringinya yakni buyung, yaitu alat untuk mengambil air. Selain itu, ada pula yang mengira bahwa kata buyung artinya anak, lantaran penarinya atau ronggengnya yakni anak-anak.

Kesenian ronggeng buyung ini juga dikenal oleh masyarakat Indramayu dengan sebutan sintren. Kata sintren konon berasal dari kosa kata Belanda “Sinyo Trenen”, “sinyo” berarti “pemuda” dan “trenen” berarti “latihan”. Jadi, secara harafiah sintren sanggup dikartikan sebagai kesenian tempat cowok latihan. Pada waktu penjajahan Belanda, kesenian sintren dipakai oleh para cowok untuk memberikan pesan-pesan usaha dalam menghadapi pasukan Belanda.

Sebagai catatan, ada pula yang berasumsi bahwa kesenian ronggeng buyung atau sintren ini bukan murni berasal dari Indramayu, melainkan merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah sekitar Pantai Utara Jawa Tengah, menyerupai Brebes, Tegal, Pemalang, dan Pekalongan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya menyebar ke kawasan Indramayu, Kuningan, Cirebon dan Cilacap dengan banyak sekali ciri dan keunikannya sendiri-sendiri.

Pemain Ronggeng Buyung

Orang-orang yang terhimpun dalam kelompok kesenian ronggeng buyung biasanya terdiri dari enam hingga sepuluh orang. Namun demikian, sanggup pula terjadi tukar-menukar atau meminjam pemain dari kelompok lain. Biasanya peminjaman pemain terjadi untuk memperoleh pesinden lalugu, yaitu wanita yang sudah berumur agak lanjut, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat mengagumkan dalam hal tarik suara. Dia bertugas membawakan lagu-lagu tertentu yang tidak sanggup dibawakan oleh pesinden biasa.

Salah satu ciri khas ronggeng buyung yang berbeda dengan ronggeng-ronggeng lainnya yakni sintren atau penarinya haruslah seorang gadis yang berusia sekitar 9-11 tahun atau belum bernah mengalami menstruasi. Hal ini disebabkan lantaran gadis yang masih “suci” dianggap sanggup dengan praktis mengalami trance (kerasukan/tidak sadar) apabila sedang menari ketidak seimbang gadis-gadis yang telah mengalami menstruasi.

Peralatan Permainan

Peralatan yang dipakai untuk mengiringi kesenian ronggeng buyung yakni seperangkat waditra (alat musik tradisional Jawa Barat) yang terdiri dari: dua buah ketipung, sebuah kendang kecil, tiga buah ketuk, kecrek, goong, tutuka, dua buah buyung/juru/klenting (wadah untuk mengambil air), dan dikala ini dikompliti pula dengan gitar listrik.

Selain waditra, perkomplitan lain yang dipakai dalam tari ronggeng buyung ini adalah: sebuah kurungan ayam yang ditutup dengan kain batik untuk menutupi penari dikala berganti busana, dlupok (tempat membakar kemenyan), kemenyan, bunga-bungaan, minyak wangi, bunga yang diuntai, dan pakaian penari yang menyerupai dengan pakaian penari tari srimpi komplit dengan kacamata hitam.

Pertunjukan Ronggeng Buyung

Pertunjukan ronggeng buyung diawali dengan mengadakan upacara tertentu yang dipimpin oleh pemimpin kelompok (dalang) untuk mengundang roh-roh halus semoga mau memasuki badan penari. Untuk itu, perlu disediakan kemenyan, tempat pembakaran kemenyan, bunga-bungaan, dan minyak wangi. Selanjutnya, alat pengiring ditabuh dengan membawakan lagu yang diberirama dinamis sebagai tanda dimulainya pertunjukan.

Setelah itu, sang penari memasuki arena pertunjukan dengan masih mengenakan pakaian biasa atau pakaian sehari-hari. Kemudian, oleh pemimpin kelompok (dalang) ia disuruh berjongkok kemudian ditutup dengan memakai kurungan ayam yang telah dilapisi kain batik. Pada dikala penari telah berada di dalam kurungan, sang sinden diiringi waditra menyanyikan lagi pemujaan yang berbahasa Jawa Indramayu, lirik sinden tari ronggeng buyung tersebut sebagai diberikut:

Turun-turun sintren
Wintrene widhadhari
Widhadhari tumuruno
Aja suwen mindho dalem
Dalem sampun kangelan

Setelah dalang menyatakan bahwa sang penari telah dalam keadaan trance, maka kurungan pun segera dibuka. Selanjutnya, sang penari yang telah berganti pakaian dengan kostum penari srimpi komplit dengan kacamata hitam mulai menari sambil diiringi dengan lagu Sulasi, yang liriknya sebagai diberikut:

Sulasi Silandana
Menyan kang ngundang dewa
Ala tuhan dening sukma
Widhadhari tumuruno

Kemudian, dilanjutkan dengan lagu Tambak-tambak Pawon yang liriknya sebagai diberikut:

Tambak-tambak pawon
Aku kena udang kuwali
Mung jaran mungsapi
Njaluk prawan sing nomor siji

Setelah lagu Tambak-tambak Pawon selesai, para penonton mulai nyawu (nyawer) sang sintren dengan melemparkan saputangan, baju, atau kain lainnya yang diberisi uang alakadarnya sambil meminta pemain untuk menyanyikan lagu-lagu yang diinginkannya yang kebanyakan yakni lagu dangdut. Sebagai catatan, pada dikala penonton melemparkan sesuatu ke arah sintren, sang dalang senantiasa berada di belakangnya lantaran sang sintren akan eksklusif terdorong ke belakang dan pingsan. Dan, untuk menyadarkannya kembali, sang dalang kemudian mengarahkan asap kemenyan dari dlupok ke arah hidung sintren semoga ia kembali menari lagi.

Lagu yang dibawakan pada dikala dimulai program nyawer ini yakni lagu Ayo Ngewer-ngewer Puntren yang liriknya sebagai diberikut:

Ayo ngewer-ngewer putren
Sing dikewer rujake bae
Ayo nyawer-nyawer sintren
Sing disawer panjoke bae

Apabila penonton yang nyawer sudah mulai sepi, sang dalang menyuruh sintren berhenti menari kemudian berjongkok untuk selanjutnya ditutup kembali dengan kurungan ayam. Beberapa dikala kemudian kurungan dibuka dan sang sintren kembali mengenakan pakaian sehari-hari, namun masih dalam keadaan tidak sadar. Untuk menyadarkanya kembali, sang dalang mengarahkan asap kemenyan dari dlupok ke arah hidung sintren semoga ia siuman. Dan, dengan siumannya sang sintren, maka pertunjukan ronggeng buyung pun berakhir.

Nilai Budaya Tari Ronggeng Buyung

Seni sebagai lisan jiwa insan sudah barang tentu mengandung skor estadab, termasuk kesenian tradisional ronggeng buyung yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat Indramayu. Namun demikian, jikalau dicermati secara mendalam ronggeng buyung tidak hanya mengandung skor estadab semata, tetapi ada skor-skor lain yang pada gilirannya sanggup dijadikan sebagai pola dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-skor itu antara lain yakni kerja sama, kekompakan, dan ketertiban. Nilai kolaborasi terlihat dari adanya kebersamaan dalam melestarikan warisan budaya para penlampaunya. Nilai kekompakan dan ketertiban tercermin dalam suatu pementasan yang sanggup berjalan secara lancar. (pepeng)

Demikian Sobat Tradisi, Tari Ronggeng Buyung dari Indramayu Jawa Barat. Semoga berguna membuka wawasan Sobat perihal kebudayaan Indonesia.

Sumber:
Purnama, Yuzar, dkk,. 2004. Budaya Tradisional pada Masyarakat Indramayu. Bandung: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.

Advertisement

Iklan Sidebar

Adsense 728x90